“Aaaaaaaaaaaa..... Pangeran Ramdanku, tolong selamatkan aku...”. Genggaman tanganku pada ranting kayu itu semakin melemah. Dibawah sana, buaya – buaya yang lapar sedang membuka mulut lebar – lebar untuk menyambut makananya.
“Iya Putri Ochaku, aku akan menyelamatkanmu.. Cepat genggam tanganku erat – erat..!!”. Kata sang pengeran sambil mengulurkan tangannya pada sang putri.
“Tidak pangeran aku takut”.
“Ayo cepat putri, genggam tanganku.. !!”. Pangeran terus berusaha untuk meraih tangan sang putri.
“Tidak pangeran.. A... a.... aaaaaaaaaaaaaaaa”. Aku tidak berhasil meraih tangannya dan...
Gdubrakkkkkkkkkk..
“Arghhh.. sakit.. hmm.. lagi - lagi mimpi tentang dia. Kenapa sih?? Hakh..” Ujarku sambil memegang jidatku dan berusaha untuk naik ke tempat tidur lagi.
‘Sepertinya kepalaku benjol’ Gerutuku dalam hati.
“Ocha.. Ayo bangun.. Shalat dulu.. ” Panggilan bunda terkasih memalingkanku dari mimpi aneh itu.
“Iya bunda..”
‘ hemm.. jam berapa sekarang?? Hakh.. udah jam lima.. aduh.. bentar lagi waktu subuh lewat.. o.. tidak bisa.. aku harus bergegas’. Ucapku dalam hati sambil mengambil handuk yang tergantung di pintu dan bergegas menuju ke kamar mandi.
Pukul enam tepat. Suasana jalan raya masih hening seperti biasanya. Baru ada beberapa orang yang memulai aktifitasnya. Aku memalingkan pandanganku ke sebelah kanan jalan. Disana ada Bu Prapti, seorang tukang bersih – bersih jalan yang sedang mulai menyapu dan memungut sampah di pinggir jalan. Dia adalah seorang perempuan yang sebaya dengan Bundaku. Dia seorang janda yang memiliki tiga anak yang masih kecil – kecil. Di tengah kerasnya kehidupan ibu kota ini, tentu saja ia harus bekerja dengan keras agar dapat memenuhi kebutuhannya dan ketiga anaknya.
“Kak Ochaaaaa....” Sebuah suara anak kecil memalingkanku dari bayanganku tentang bu Prapti itu.
“Halo Jajang.. Sedang apa kamu di sini?” Ucapku pada anak yang aku kira berusia tujuh tahun itu.
“Ini kak, saya sedang membantu ibu saya membersihkan jalan. Kak, nanti sore kakak akan mangajarkan saya dan teman – teman membaca dan menulis lagi kan? Iya ya kak, mau ya?”. Ucap anak itu, sambil tangannya yang hitam dan kasar menarik – narik tanganku. Wajahnya yang chubby, lucu dan menggemaskan membuatku iba dan gemas ingin mencubitnya. Dia adalah salah satu anak bu Prapti yang paling besar.
“Iya dik.. insya Allah kalau kakak tidak ada halangan, kakak pasti datang ke tempat biasa”. Kataku padanya.
“Hore.. terimakasih ya kak.. saya dan teman – teman pasti akan mengharapkan kedatangan kakak”. Katanya sambil meloncat – loncat kegirangan.
“Iya insya Allah.. Kalau begitu, kakak berangkat sekolah dulu ya.. Assalamu’alaikum..”
“Wa’alaikumussalam.. ditunggu ya kak.. hati – hati di jalan..”
Aku tersenyum padanya sambil berlalu untuk kembali melanjutkan perjalananku ke sekolah.
Suasana SMKN 1 Jakarta masih hening. Rupanya belum ada yang datang. Akupun duduk di balkon depan kelas sambil menghirup segarnya udara di sekolahku tercinta, yang sudah dua tahun lebih aku menimba ilmu di sini. Suasananya nyaman, asri dan selalu bersih karena peraturannya sangat ketat yang memerintahkan siswanya untuk peduli terhadap lingkungan. Hijaunya pepohonan di depan kelas, membuat hatiku tenang.
“Ekhmm..” Suara seseorang yang sudah tidak asing lagi ku dengar mengagetkanku.
“Eh, kirain siapa. Tumben jam segini udah dateng? Biasanya juga lima menit mau bel baru keliatan.” Kataku aneh.
“Ya.. kan mau latihan dulu buat nyanyi. Hehe..” Jawabnya asal seperti biasa.
“Heh.. ada juga aku lah yang latihan dulu.” Kataku dengan alis naik sebelah.
“Yey.. kamu kan ngikutin aku dari dulu juga.” Katanya sambil menunjuk – nunjuk hidungku.
“O.. tidak bisa.. kamu yang ngikutin aku.” Jawabku sengit.
“Ya bisa lah.. kan aku guru kamu.” Dia semakin menjadi – jadi.
“Yeh.. aku yang guru kamu. Kan dari kelas satu juga kamu yang ngikutin aku. Mulai dari penyanyi favorit, jenis musik, sampe cara nyanyi juga ngikutin aku. Huh.. dasar..” Kataku lebih sengit.
“Enggak lah.. kamu yang ngikutin aku..” Dia tetap bersikeras.
“Hemmm.. udah lah.. gini caranya gak akan pernah selese..” Jawabku sambil pergi ke obade.
“Hahaha.. huh.. kalah ya....” Katanya sambil meledek.
Dukkk.. Jantungku bergetar. Entah kenapa setiap dekat dengannya, jantungku selalu berdegup dengan kencangnya. Tapi tak bisa dipungkiri, dua tahun terakhir ini aku selalu dekat dengan dia, dan aku selalu merasa senang. Ya, walaupun selalu memperdebatkan hal yang tidak penting, tapi itulah yang mendekatkan aku dengan dia.
Dia adalah Ramdani. Teman sekelasku sejak kelas satu SMK. Kami sama – sama suka bernyanyi kapanpun dan dimanapun kami berada. ‘Duo fals’ itulah julukan kami berdua. Di setiap guru tidak hadir dan tidak memberi tugas, dia selalu mandekati bangkuku dan mengajaku untuk bernyanyi. Dia juga orang yang tadi malam hadir di mimpiku. Apakah aku sudah jatuh cinta padanya? Entahlah sepertinya iya. Selama dua tahun ini aku tidak pernah menceritakan perasaanku ini pada siapapun.
Teeeeeeeeeeettttt... Waktu istirahat pertama. Siswa – siswi berhamburan keluar untuk beristirahat. Ada yang menuju katin, ada yang menuju mesjid untuk shalat dhuha, ada juga yang tetap diam di kelas. Kalau aku lebih memilih memanfaatkan waktu istirahat pertama ini untuk shalat dhuha. Sebentar lagi aku akan menghadapi Ujian Nasional. Untuk itu, disamping belajar lebih giat, aku juga harus mendekatkan diri kepada Allah SWT. Agar aku mendapatkan yang terbaik.
“Jul, Ikut aku bentar yuk.. Kamu lagi syaum kan?” Ucapku sambil menarik tangan July yang baru selesai melipat mukena.
“Mau kemana? Iya insya Allah. Tapi bentar, aku mau nyimpen mukena ini dulu”.
“Aku mau curhat nih.. Sini biar aku simpen sekalian”. Kataku sambil mengambil mukena mesjid dari tangan july dan meletakannya di lemari mesjid bersama dengan mukena – mukena yang lainnya.
“Disini aja yuk cha.. lumayan sepi ko”. Kata July sambil duduk di teras mesjid.
“Hemm.. Jul, kamu pernah ngerasa dek – dekan gak kalo lagi deket sama seseorang?”. Ucapku sambil duduk di samping July.
“Ya pernah dong.. Itu namanya kamu lagi jatuh cinta. Hayo.. kamu pasti lagi jatuh cinta ya? Sama siapa cha? hehe”. Kata July menggodaku.
“Mmmm.. tapi kamu harus janji ya.. jangan cerita ke siapa – siapa. Soalnya ini bener – bener rahasia”.
“Iya cha Insya Allah aku bisa dipercaya ko.. Siapa dong? cepet.. aku penasaran”.
“Hemmhh Sini aku bisikin..”. Kataku sambil mendekatkan mulutku ke telinga July.
“Haaaaaaaaaa??? Beneran Cha? Masa? Sejak kapan?”. Kata July sambil berteriak kaget.
“Sutttttt.. jangan rame gitu dong... akh... hmm sebenernya sejak dari kelas satu”. Ujarku sambil membungkam mulut nya.
“Haha.. oke.. oke.. tapi ko selama ini aku kan liat kamu deket banget sama dia, terus kamu bersikap biasa aja ko sama dia”. Ucap July aneh.
“Ya itulah aku tidak bisa menampakannya. Kalau ditampakkan, nanti bisa heboh dong seantero jagad raya SMK kita. Hehe”.
“Huekkk.. Lebeh.. Kayaknya Ramdan juga suka lho sama kamu”. Ucap July menggoda.
“Hmm.. Gak mungkin akh.. Eh Jul, janji ya jangan bilang siapa - siapa”.
“Siph.. Insya Allah.. Hehe.. Mulutku di kunci..”. Kata Juli sambil tangannya menirukan retsleting.
Tetttttttttttt.... Waktu istirahat pertama habis. “Ya udah kita masuk kelas yuk..”. Ucap July sambil menggamit tanganku untuk masuk ke kelas tercinta.
***
Bau busuk di pembuangan sampah terakhir Bantar Gebang merebak masuk ke hidungku. Membuat makanan di perutku berlomba – lomba untuk menyelamatkan diri dari lambung, dan air mataku berdesakan untuk membuncah dari kelopak. Aku mendekap hidungku rapat – rapat dengan kerudungku untuk mengurangi kemungkinanku untuk muntah. Tapi hal ini tidak menggoyahkan semangatku untuk mengajarkan anak – anak pemulung disini. Mereka adalah anak – anak dari keluarga miskin yang tidak mampu untuk bersekolah. Setiap harinya mereka memungut sampah di Bantar Gebang. Mereka memungut sampah yang laku untuk di jual. Seperti sampah pelastik, karton, logam, atau kaca. Alhamdulillah Kegiatan kami sudah berjalan hampir genap satu bulan. Walaupun tidak mendapatkan keuntungan, tapi insya Allah aku ikhlas.
“Assalamu’alaikum...” Ucapku sambil memasuki sebuah gubuk derita yang hanya dibangun dari kardus bekas oleh ku dan lima anak – anak baik ini, untuk kami jadikan sebagai ruangan kelas. Biarpun bau busuk sampah itu juga ikut masuk dan belajar. Tapi itu tidak mengurungkan semangat mereka untuk menimba ilmu di gubuk ini.
“Wa’alaikumussalam kak Ocha....”. Jawab mereka serentak.
“Halo adik – adik.. bagaimana kabar kalian?”.
“Alhamdulillah kak masih bisa melihat, mendengar, berjalan, dan mencium bau busuknya sampah – sampah”. “Hahahahahahha”. Jawab seorang anak kurus kering. Rambutnya gimbal tak terurus, pakaiannya lusuh seperti tak dicuci berbulan – bulan. Namanya Joko.
“Kak Ocha, apa kami bisa seperti anak – anak di film Laskar Pelangi itu? Sepertinya kami mulai putus asa untuk meraih cita – cita kami. Sepertinya mimpi kami ini terlalu tinggi untuk diraih”. Ucap salah seorang muridku yang perempuan, mengheningkan suasana yang tadinya ramai.
“Hei.. kalian tidak boleh berfikiran seperti itu. Sekarang ini yang perlu kalian lakukan adalah, belajar dan berdo’alah dengan sungguh – sungguh. Hidup kita ini berawal dari mimpi. Gantungkanlah yang tinggi agar semua terjadi. Allah SWT. Pasti sudah merancang rencana yang indah untuk kita semua. Yang wajib kita lakukan hanyalah terus berusaha tanpa henti. You can, if you think you can. Kamu pasti bisa jika kamu berfikir kamu bisa. Oke adik – adik? Are you ready? ”. Ujarku untuk memberi semangat pada mereka.
“Yes i am..” Kata mereka serentak.
***
Matahari mulai memasuki singgasananya kembali untuk beristirahat setelah seharian menyinari semua makhluk di bumi ini. Sambil menunggu adzan maghrib tiba, aku membuka
diaryku dan mulai mencoret – coret di atasnya.
‘Di atas kefanaan dunia kini aku berpijak. Di tengah kemolekan rasa kini aku berdiri dalam diam. Diam yang memiliki beribu makna yang tak dapat diungkapkan dengan kata – kata. Diam itu mulai mendesak dan bertanya – tanya. Namun, pertanyaan itu tidak dapat ku jawab sendiri. Kini aku mulai bertanya pada -Nya. Ya Allah.. haramkah aku bila aku jatuh cinta ? Bolehkah aku mencintai ? salahkah aku jika aku terus memikirkan seseorang yang bukan mahramku untuk menjadi mahram?
Aku hanya ingin cinta yang halal Ya Rabb.. di mata dunia juga di mata –Mu. Biarpun aku sakit, hampa, dan dikatakan basi oleh orang lain, tapi aku tahu engkau selalu menyayangiku.
Ya Allah.. Jika aku jatuh cinta, tolong jatuhkanlah cintaku pada Ikhwan yang juga melabuhkan cintanya pada –Mu. Ya Rabb.. Jika aku jatuh hati, tolong biarkanlah aku mengetuk pintu hati yang jalannya menuju kepada keridhaanmu. Kini aku menyerahkan cinta tulusku ini kepada takdirku yang pasti telah –Kau atur dengan pantas’.
***
Connection failed.. Huh, maklum Facebook gratisan. Jadi harus berkali – kali login agar bisa masuk. Alhamdulillah.. Akhirnya bisa masuk juga. Aku ketik namanya di form pencarian. ‘Ramdani’. Duk.. dadaku terasa sangat sesak ketika aku melihat dindingnya. Dia sedang saling mengirim pesan dinding dengan seseorang. Kulihat profil orang itu. ‘Nana Kinara Nurazizah’ namanya. ‘SMKN 1 Jakarta’10’. O.. Rupanya dia anak kelas satu. Dadaku terus terasa semakin sesak. Tapi aku lihat dia seperti merasa gembira. Aku terus berusaha untuk ikhlas dan menata perasaanku agar tidak terus tercabik – cabik. Entah kenapa aku ikut merasa senang karena melihatnya bahagia. Inikah ketulusan? Semoga hatiku bisa menerima.
Suasana kelas riuh seperti biasanya. Guru – guru sedang rapat untuk mempersiapkan ulangan semester ganjil. Ketika Ramdan menghampiri tempat dudukku.
“Heh ocha.. Ada lagu baru gak?? Aku pengen nyanyi nih..” Katanya sambil mengacak – acak isi binder laguku.
“Ada tuh.. bukan lagu baru sih.. tapi kata aku sih enak didenger..” Kataku sambil menyeruput sisa es jerukku.
“Yang mana gitu? Lagunya kakaku bukan” sambil terus mengacak – acak.
“Heem.. Noh yang Cemburu menguras hati” Kataku malas.
“O”.
“Heh.. O.. O.. terus..”.
“He,”.
“Ramdan...!!! Hufttt.. sini aku nyanyiin”. Kataku mulai kesal, sambil merebut binderku yang sudah habis diacak – acak oleh dia.
Dan kamipun mulai bernyanyi seperti biasa. Aku tidak pernah berani menatap matanya karena aku tidak mampu menata perasaanku disetiap ada dia. Tapi jujur, aku sudah cukup senang dengan keadaan seperti ini. Walaupun dia tidak tahu perasaanku, tapi aku bahagia karena setiap saat dia selalu ada di dekatku.
Setelah shalat ashar, aku meluruskan kakiku sejenak di rumah –Nya yang indah ini. Di seberang sana aku melihat dia sedang berbincang – bincang dengan siswi kelas satu. Sepertinya, itu gadis yang ada di FB. Dadaku kembali terasa sesak. Tapi aku terus mencoba untuk mengubur rasa sesakku ini dengan senyuman yang terlukis di wajahnya. Dari tatapannya, sepertinya dia tertarik pada gadis itu. Pria mana yang tidak akan tertarik jika didekati lebih dulu oleh wanita. Aku tahu seperti apa Ramdan itu. Dia tidak akan mendekati lebih dulu, jika tidak ada yang lebih dahulu mendekatinya. Hei.. Ocha sudahlah...
“Cha, kamu udah tahu belom? Si Ramdan lagi deket sama anak kelas satu?”. Kata July mengagetkanku dari rintihan hatiku.
“Iya Jul, aku udah tahu semuanya. Seisi sekolah termasuk guru – guru juga udah rame ngegosipin mereka”.
“Sabar ya Cha..”.
“Iya Jul, kamu tenang aja. Aku udah biasa sakit ko dari dulu”.
“Ocha...”. Ucap July memelukku.
“Lihat Pak.. tuh si Ramdan lagi pacaran tuh Pak”. Teriak salah seorang teman sekelasku pada guruku yang paling humoris.
“Wah Ramdan sudah besar rupanya.. ah.. dia itu kasmarannya telat.. Ayo kita kepung mereka”. Kata guruku konyol seperti biasanya. Namanya Pak Sukma. Dia adalah guru komputer di Jurusanku. Dia juga adalah pelatih di eskul paduan suara. Selain lihai di bidang komputer, beliau juga pandai bermain keyboard. Suatu saat aku ingin sepertinya.
Mendengar kekonyolan Pak Sukma, Ramdan dan Nana langsung berhenti berbincang - bincang dan kabur. Semua tertawa melihat kekonyolan itu. Sepertinya hanya aku yang tertawa dalam rintihan.
“Cha, Bapak lihat kamu kemarin sedang mangajar anak – anak pemulung ya di Bantar Gebang?”. Ujar Pak Sukma seraya duduk disebelahku.
“Iya Pak, Alhamdulillah sudah satu bulan”.
“Kenapa kamu tidak masukan mereka ke SD saja Cha?”.
“Wah Pak, Saya belum mampu kalau harus membiayai mereka semua”.
“Kamu belum tau cha? Kan sekarang sudah ada program BOS (Biaya Operasional Sekolah), semua biayanya ditanggung oleh pemerintah. Jadi kamu hanya tinggal membelikan mereka seragam. Dan kalau untuk seragam, kamu bisa meminta bantuan kepada siswa – siswi dan guru – guru di sini untuk menyumbangkan sebagian rizkinya”. Papar Pak Sukma panjang lebar.
“O, iya ya Pak.. Nanti sore saya akan coba bicarakan pada mereka. Dan kalau mereka mau, Bapak bersedia kan untuk membantu saya memasukan mereka ke sekolah ?”. Ujarku penuh harap.
“Iya Cha, Insya Allah Bapak akan membantu kamu”.
Akhirnya semua anak – anak didikku bisa masuk sekolah seperti anak – anak lain pada umumnya. Dengan bantuan Pak Sukma, mereka bisa masuk ke SDN Bantar Gebang. Dengan bantuan teman – teman, mereka bisa memakai seragam yang pantas. Pagi – pagi sampai siang hari mereka bisa belajar di sekolah. Sore harinya mereka bisa tetap memulung seperti biasa, untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.
“Kak, terimakasih ya selama ini sudah mengajari kami. Sekarang kami bisa sekolah juga karena Kakak”. Ucap Shanty.
“Hei.. kalian gak boleh bicara begitu. Sesama muslim, harus saling tolong – menolong bukan? Ini juga berkat bantuan Pak Sukma. Ayo bilang terimakasih sama Pak Sukma”.
“Terimakasih Pak Sukma”. Ucap Anak – anak itu serentak.
“Ah.. tidak juga.. kebetulan saja Bapak tahu, dan bisa menolong”. Kata Pak Sukma merendah.
Alhamdulillah.. Sekarang aku tidak perlu mencemaskan mereka lagi, dan aku bisa lebih fokus untuk menghadapi Ujian Nasionalku.
Kegiatan Pengayaan sudah dimulai. Pihak sekolahpun terus menggalakan kepada siswanya agar terus semangat belajar. Untuk itu ditambahlah kegiatan baru, yaitu mentoring siswa. Karena itu kami semua harus rela walaupun harus pulang sore. Aku baru selesai merapikan bukuku sore itu ketika July menarik tanganku.
“Cha, cepetan sini ikut aku ! Kayaknya Ramdan tadi pergi sama Nono”. Kata July tegang.
“Memangnya kenapa? Nono itu siapa?”. Kataku bingung.
“Nono itu Pacarnya si Nana yang ngedeketin si Ramdan. Kayaknya si Nono marah soalnya dia nganggep kalo Ramdan yang ngedeketin Nana duluan. Padahal kan sebenernya Nana yang ngedeketin Ramdan duluan. Udah deh, cepeten ayo. Aku takut Ramdan dipukul sama Nono”. Kata July tergesa dan akupun diseret – seret olehnya.
Ternyata benar dugaan July, wajah Ramdan sudah lebam dipukul oleh Nono. Kancing bajunyapun terlihat lepas. Ketika aku dan teman – teman sekelas menggerebek mereka, mereka langsung kabur begitu saja. Hatiku seketika membara melihat keadaan Ramdan. Ingin rasanya aku membalas pukulan yang dilayangkan Nono pada Ramdan.
“Ram, kamu gak papa?”. Kataku khawatir.
“Enggak ko, gak papa udah kalian gak usah khawatir. Dan aku harap, gak boleh ada orang lain lagi yang tahu hal ini”. Ucap Ramdan sambil berlalu pergi.
Setelah kejadian itu, aku melihat Ramdhan tidak seceria biasanya. Dia lebih sering terlihat murung. Tapi untungnya dalam belajar dia masih tetap semangat. Kami selalu belajar bersama untuk manghadapi UN. Dia sering memberikan soal padaku dan kamipun berlomba untuk mengerjakan soal itu.
Alhamdulillah.. Semua rangkaian ujian telah selesai. Dimulai dari Ujian Praktek, Ujikom, dan terakhir ditutup dengan Ujian Nasional. Dan kini kami tinggal menunggu hasil. Dalam penantian yang lamanya satu bulan itu, kami gunakan untuk membebaskan diri dari kekangan. Kami berleha – leha, menonton film bersama, atau main game.
27 April 2011. Setelah shalat maghrib, akupun meraih ponselku. Apa yang anda pikirkan? Aku lalu mengetik di form status untuk meluapkan perasaanku.
“Hufttt.. baru latihan tadi, eh sekarang udah lupa lagi.. hehe”. Ketiku.
‘Ramdani mengomentari starus anda‘. Terlihat link pemberitahuan di dindingku.
“Ikutan dong..”. Komentarnya.
“Hem.. boleh.. eh jadi gug duet wat perpisahan teh?”. Aku menunggu komentarnya kembali. Tapi tidak muncul juga. Tapi setelah sekian lama aku menunggu, ternyata dia malah mengirimiku SMS.
“Lagu apa ya?? Gimana kalo Bunga – Bunga Cinta??”. SMSnya.
“Haha.. boleh.. boleh... tapi awas lho.. jangan tegang.. kan ini baru pertama kamu nyanyi di depan khalayak banyak.. hehe”. Balasku.
“Haha.. semoga bisa.. eh aku mau ngomong sesuatu”. Dia kembali membalas SMSku.
“Aminn.. Mau ngomong apa?”.
“Mmm... 3 tahun sudah berjalan dan kita telah lalui bersama suka maupun duka... Awalnya ku anggap engkau sahabat tapi seiring waktu berjalan aku mulai merasa ada yang berbeda setiap dekat kamu... ternyata aku mulai menyukaimu....”.
Bagaikan ada bom yang meledak di atas kepalaku. Jantungku berdegup sangat kencang. Aku tidak bisa mengendalikan perasaanku. Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku menceritakan hal ini pada July. Satu – satunya orang yang mengetahui perasaanku saat ini. Dia mencoba menenangkanku. Aku hanya mampu mengetik..
“Maksudnya?” Lalu dia membalas..
“Mmm.. Aku suka ma kamu... mau gak taarufan ma aku... untuk mengenal satu sama lain lebih dekat lagi... mungkin caranya kurang jentel mengatakan hal ini lewat kata-kata”
Akupun semakin bingung, karena aku sangat kaget dengan keajaiban yang baru saja menimpaku. Aku memang selalu berdoa pada Allah SWT. Jika dia memang jodohku semoga kami didekatkan sedekat – dekatnya dan jika bukan maka jauhkanlah kami berdua. Dan kini Allah mendekatkan kami. Dan aku menanyakan pendapat July. Tapi aku masih tetap bingung. Diapun mengirimkan sms itu lagi dan lagi. Akhirnya aku hanya mampu mengetik dua kata...
“Insya Allah” Ya hanya itu.. dan diapun membalas..
“Aku hanya ingin kamu tau perasaan aku ke kamu bagaimana... takutnya gak bisa ketemu lagi.. jadi gimana taarufannya??”
Aku semakin bingung disini. Aku tidak bisa menutupi perasaanku. Aku juga sangat menyukainya dari dulu. Dan aku paling tidak bisa melihat dia sakit. Dan aku juga tau bahwa dia baru sembuh dari sakitnya. Walaupun ragu, tapi akhirnya aku manjawab...
“Ya makasih kamu udah suka sama aku. Walaupun aku merasa banyak kekurangan... kalau Allah mengidzinkan... apapun bisa terjadi”
Ya.. kata-kata itu secara halus telah menjelaskan kalau aku mau taarufan dengannya. Walau sebenarnya aku takut harus bagaimana besok jika bertemu dengannya. Aku takut akan jauh dan canggung jika aku mau. Tapi aku kesampingkan perasaanku asalkan dia bahagia. Kebahagiaannya juga kebahagiaanku. Siapa tahu aku bisa mengobati rasa sakitnya.
Satu bulan hampir berlalu. Ta’arufan kami berjalan baik. Hanya beberapa orang yang menetahui hubungan kami berdua. Tapi ternyata kekhawatiranku benar terjadi. Kami malah canggung jika bertemu dan semakin jauh. Aku merasa lebih baik seperti dulu. Biarpun aku tidak memiliki hatinya, tapi aku bisa tetap dekat dengan dia. Duet kami di perpisahan juga aku batalkan karena pasti sangat sulit untuk kami latihan. Karena pasti akan sangat canggung. Akhirnya kamipun bernyanyi sendiri – sendiri. Pada malam perpisahan itu aku merasa sangat dekat dengannya. Aku terus menenangkannya agar tidak nervous saat bernyanyi nanti. Dia menyanyikan lagu Bukan Cinta Biasa – Afgan. Ketika temanku menyanyikan lagu Bukan Cinta Biasa – Siti Nurhaliza, dia ikut bernyanyi dan sambil melihat kearahku yang ada di belakang panggung. Mungkin tanpa ia sadari sebenarnya aku juga sedang menatap kearahnya. Terlintas dibenaku..
‘Ya Rabb.. seandainya waktu dapat berhenti, aku ingin engkau menghentikannya sekarang juga’. Kata hatiku sambil meneteskan air mata. Tapi waktu tidak mungkin bisa dihentikan.
25 Mei 2011. Seharian dia tidak memberi kabar apapun padaku. Akhirnya ku tinggalkan ponselku di kamar, lalu asyik menonton TV bersama keluargaku. Pukul 14.00. Aku melirik ke arah ponselku. Ternyata sudah ada 3 pesan masuk darinya. Dia mengabari bahwa dia sedang sibuk mempersiapkan syarat – syarat untuk beasiswanya. Tapi aku menanggapinya dengan bercanda seperti biasa. Aku tidak tahu kalau dia sedang serius. Dan dia lalu mengatakan hal yang tidak aku duga sebelumnya..
“Cha, sebentar lagi kita akan berpisah. Sepertinya kita akan sulit untuk berkomunikasi lagi. Sepertinya aku juga pengen sendiri dulu. Aku harap kamu gak kecewa dengan keputusan aku ini dan bisa tetap jadi sahabat”.
“Iya aku juga ngerasa sama ko.. lebih baik kita fokus dulu meraih cita – cita kita.. :)”.
“ :’) ”.
“Kenapa? Gak usah sedih gitu dong..”.
“Iya hehe.. Nanti kita juga bisa ketemu lagi kan..”. Balasnya.
“Insya Allah...”. Jemariku bergetar ketika mengetik kalimat terakhir.
Awalnya aku juga memang merasa hal yang sama dengan dia. Tapi entah mengapa tiba – tiba air mataku menetes dengan sendirinya. Aku merasa ada bagian jiwaku yang hilang. Sahabatku menceritakan padaku kalau sesungguhnya dia takut menyakiti aku kalau ta’arufannya dilanjutkan. Dan sahabatku juga bilang kalau Ramdan itu ingin balas dendam dengan Nana, atas semua yang telah dilakukan Nana padanya, tapi dia takut aku sakit jika kami masih berTa’aruf. Tapi hatiku tetap terasa sakit sampai saat ini. Dan sepertinya tidak akan pernah sembuh sampai kapanpun. Karena aku sudah jatuh berkali – kali karena harapanku padanya. Tapi semoga aku bisa cepat sembuh.
‘Setahun.. Dua tahun.. ?? Tidak !! Lebih dari itu. Ya, bertahun – tahun harapan itu telah bersarang di hatiku. Awalnya hanya setitik harapan itu. Tapi, detik demi detik mengiringi langkah asaku. Titik itu terus melebar hingga seluas samudera. Bahkan lebih luas dari itu. Ya, entah seluas apa. Aku tidak dapat mengungkapkannya. Aku sempat bertanya.. Apakah harapan itu mungkin ku raih? Batinku berkata.. Kemungkinan itu hanyalah setitik dari samudera harapan yang telah kau ukir.. Hanya setitik! Tapi entah mengapa bodohnya aku terus mengharapkan setitik kemungkinan itu. Padahal titik itu sedikit demi sedikit terus menyayat – nyayat hatiku hingga hatiku telah koyak karenanya. Tapi aku terus mencoba menjahit koyakan itu dengan senyuman harapanku yang terus ada di dekatku walaupun aku tidak dapat menggenggamnya. Ya, harapanku tersenyum dalam genggaman tangan lain. Sesungguhnya hatiku merintih.. tapi rintihan itu telah aku kubur dengan senyuman itu.. bahagia itu.. Ketika harapanku menangis, jahitan hatikupun ikut terlepas oleh tangisan itu. Setiap hari dalam sujudku, aku terus berdo’a agar harapanku bisa terus tersenyum. Karena senyumannya bisa membuat hatiku tersenyum juga meski dalam rintihan.
Suatu malam di tahun terakhir aku bersama harapanku.. Hatiku bergetar hebat.. darahku berdesir dengan derasnya.. jantungku terus berdebar hebat tanpa henti. Keajaiban datang menghampiriku. Membawa harapanku selama ini. Yang diantar oleh alunan do’a yang kupanjatkan bertahun-tahun lamanya. Bahagia.. aku bahagia.. lukaku seketika mengering malam iu.. ya hanya malam itu saja. Ternyata hal itu tidak sesuai bayanganku. Harapan itu telah ku genggam, namun genggamanku semakin menjauh.. Dan samudera harapan itu ternyata lebih mencabik-cabik hatiku hingga membuat hatiku hancur berkeping-keping.
Kini samuadera harapan yang sempat pasang itu telah surut tak berbekas, membawa hatiku bersamanya hingga tak tersisa lagi sekepingpun. Membuat aku jera akan harapan. Trauma aku akan harapan !! Dan kini aku tidak akan lagi mencari dan menghampiri harapan itu sebelum ada harapan yang datang menghampiriku dan membawa hatiku seutuhnya tanpa luka setitikpun’.
0 komentar:
Posting Komentar