Kesehatan Reproduksi (Contoh Kasus)
Contoh Kasus
Terdapat 60% Ibu Hamil anemia di
Kecamatan A.
a.
Analisis Masalah Kesehatan:
Masalah kesehatan yang harus
diselesaikan adalah terdapat 60% ibu hamil menderita anemia atau Anemia pada
ibu hamil di sebuah kecamatan A.
b.
Penyebab Masalah
Adapun penyebab masalahnya adalah
kurangnya zat besi (defisiensi Fe) pada ibu Hamil. Yang mana jika melihat dari
permasalahan yang muncul maka dapat diidentfikasi penyebab masalah ini antara
lain :
a. Bahwa ditemukan 60 dari 100 ibu hamil
sebagian ibu hamil di kecamatan A mengalami Anemia atau kekurangan zat besi
(Fe). Anemia dapat menimbulkan menurunnya asupan oksigen sehingga dapat
membahayakan karena dapat menyebabkab keterhambatan pertumbuhan janin dalam
kandungan bahkan dapat pula berahir dengan kematian janin ataupun pada ibu
hamil yang mengalami anemia.
b. Bahwa Kelompok yang rentan terkena anemia
defisienmsi Fe adalah ibu hamil. Ibu menyusui, wanita usia subur yang mengalami
menstruasi dan bayi / balita.
c.
Pada ibu hamil di usia kehamilan 32 sampai 34 minggu adalah puncaknya
terjadi pengenceran (hemodilusi) dengan peningkatan volume 30% – 40% sehingga
relatif terjadi anemia pada kehamilan. Pada wanita hamil kebutuhan akan zat
besi meningkat sehingga perlu pemberian prefarat Fe, Anemia dapat terjadi pada
ibu hamil yang tidak mendapatkan atau tidak mengkonsumsi tambahan zat besi yang
cukup.
d. Pada ibu hamil kebutuhan akan zat
besi (Fe) meningkat, jika kebutuhan Fe ini tidak terpenuhi dengan pemberian
atau konsumsi preforat Fe dan gizi yang seimbang maka ibu hamil tersebut akan
mengalami anemia yang akan memperburuk kondisi kesehatan dirinya dan janin yang
berada didalam kandungannya. Ibu hamil yang mengalami anemia pada proses
persalinan juga akan lebih beresiko tinggi terhadap terjadinya perdarahan pasca
melahirkan.
c.
Faktor-Faktor Penyebab Masalah
- Ibu hamil hendaknya Melakukan pemeriksaan kehamilan sedini
mungkin ke tempat pelayanan kesehatan sesuai anjuran agar mendapatkan informasi
yang cukup tentang masalah yang dapat timbul pada masa kehamilan dan memperoleh
preforat zat besi yang cukup
- Ibu hamil hendaknya mendapatkan
dukungan sosial dalam masa kehamilan termasuk mengontrol ibu hamil untuk
mengkonsumsi zat besi atau tablet tambah darah yang diberikan oleh tenaga
kesehatan
- Mengkonsumsi prefarat zat besi yang
diberikan oleh tenaga kesehatan dan makanan yang bergizi seperti sayur-sayuran
dan ikan
d.
Analisis faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku
Kurangnya dukungan sosial kepada ibu
hamil untuk mendapatkan dan mengkonsumsi tablet penambah darah melalui
pemeriksaan kehamilan secara teratur ke tempat pelayanan kesehatan Banyaknya
biaya atau ongkos dan waktu yang dikorbankan untuk mencapai pelayanan kesehatan
Kurangnya pengetahuan atau infomasi yang didapatkan ibu hamil tentang bahaya
yang dapat timbul akibat anemia dalam kehamilan.
e.
Sasaran
1. Sasaran primer (yang terkena masalah
dan/atau memperoleh manfaat yang paling besar) dengan segmen-segmen yang spesifik
dan jelas antara lain:
a. Berdasar kategori umur adalah →
Wanita usia subur (WUS) khususnya ibu yang sedang hamil
b. Berdasarkan tahap perkembangan
produksi → Ibu Hamil yaitu ibu yang sedang dalam masa kehamilan sejak diketahiu
hamil sedini mungkin
c. Berdasarkan Geografi → Masyarakat
pedesaan yang jauh dari jangkauan tenaga kesehatan ataupun pelayanan kesehatan
2. Sasaran sekunder (yang berpengaruh langsung
atau disegani oleh saasran primer) dengan segmen-segmen yang spesifik dan
jelas.
a) * Kepala Keluarga atau suami dari ibu yang
sedang hamil * Keluarga yang berpengaruh atau busa mengambil keputusan terhadap
kehamilan siibu hanil tersebut
b) * Petugas kesehatan yang bisa memberi
pengaruh kepada ibu hamil dan keluarganya * Toma / toga yang berpenagruh dalam
pengambilan keputusan bagi warga disekitarnya
c) * Pemuka masyarakat yang berpengaruh kepada
ibu hamil dan keluarganya
f.
Tujuan
Untuk menurunkan angka kesakitan anemia
pada ibu hamil di kecamatan A dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
khususnya ibu hamil di Kecamatan A.
g.
Indikator
Menurunnya angka kejadian Anemia pada
ibu hamil sampai dengan 70 % di kecamatan A.
h.
Alternatif Pemecahan Masalah
a) Dari pemerintah – Adanya kebijakan
dari pemerintah dalam usaha menurunkan angka kejadian Anemia pada ibu hamil
berupa peraturan dan Anggaran Dana bagi pemenuhan kebutuhan tablet Fe berupa
penberian tablet Fe gratis dan Gizi yang seimbang dengan pemberian makanan
tambahan pada ibu hamil di kabupaten A
b) Dari lembaga swadaya masyarakat
Dukungan sosial dan moral dari Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) untuk mengurangi
angka kejadian Anemia pada ibu hamil di kabupaten A. Seperti : Pendataan jumlah
ibu hamil dan pemantauan kunjungan rutin yang teratur ketempat pelayanan
kesehatan serta kecukupan gizinya
c) Dari Masyarakat – Keluarga dan suami
turut berperan dalam membantu dan memantau ibu hamil agar tetap selalu menkonsumsi
Fe (Zat Besi) yan didapatkan dari tenaga kesehatan secara rutin – Toma / Toga →
memberikan motivasi pada ibu hamil dan keluarganya agar terhindar dari masalah
gizi dan Anemia.
d) Lain-lain – Tenaga kesehatan
memberikan KIE pada ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan kehamilan secara
teratur. – Mengatasi masalah yang mungkin dapat timbul akibat Anemia pada ibu
hamil.(Wienda Ramadhanie, 2011)
Contoh Kassus:
Terdapat empat orang mahasiswa melakukan
aborsi di Karanganyar.
a.
Analisis Masalah
Dalam contoh kasus di atas ditemukan
bahwa empat orang mahasiswa melakukan aborsi di Karanganyar. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat aborsi di suatu daerah semakin meningkat seiring
adanya kegiatan aborsi yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut.
b.
Penyebab Masalah
Penyebab masalah dari kasus di atas
adalah karena tidak adanya keinginan memiliki anak yang secara tidak terduga
dikarenakan hubungan yang mereka lakukan terhadap pasangan yang belum sah
menikah.
Adapun Aborsi dilakukan oleh seorang
wanita hamil - baik yang telah menikah maupun yang belum menikah dengan
berbagai alasan. Akan tetapi alasan yang paling utama adalah alasan-alasan yang
non-medis (termasuk jenis aborsi buatan / sengaja).
Di Amerika, alasan-alasan dilakukannya
aborsi adalah:
v
Tidak ingin memiliki anak karena khawatir mengganggu karir, sekolah atau
tanggung jawab lain (75%)
v
Tidak memiliki cukup uang untuk merawat anak (66%)
v
Tidak ingin memiliki anak tanpa ayah (50%)
Alasan lain yang sering dilontarkan
adalah masih terlalu muda (terutama mereka yang hamil di luar nikah), aib
keluarga, atau sudah memiliki banyak anak. Ada orang yang menggugurkan
kandungan karena tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Mereka tidak tahu akan
keajaiban-keajaiban yang dirasakan seorang calon ibu, saat merasakan gerakan
dan geliatan anak dalam kandungannya. Alasan-alasan seperti ini juga diberikan
oleh para wanita di Indonesia yang mencoba meyakinkan dirinya bahwa membunuh
janin yang ada didalam kandungannya adalah boleh dan benar. Semua alasan-alasan
ini tidak berdasar. Sebaliknya, alasan-alasan ini hanya menunjukkan
ketidakpedulian seorang wanita, yang hanya memikirkan kepentingan dirinya
sendiri.
Data ini juga didukung oleh studi dari
Aida Torres dan Jacqueline Sarroch Forrest (1998) yang menyatakan bahwa hanya
1% kasus aborsi karena perkosaan atau incest (hubungan intim satu darah), 3%
karena membahayakan nyawa calon ibu, dan 3% karena janin akan bertumbuh dengan
cacat tubuh yang serius. Sedangkan 93% kasus aborsi adalah karena alasan-alasan
yang sifatnya untuk kepentingan diri sendiri – termasuk takut tidak mampu
membiayai, takut dikucilkan, malu atau gengsi.
c.
Alternatif Pemecahan Masalah
Mengingat dampak buruk yang diakibatkan
oleh tindakan aborsi, baik secara fisik
maupun psikis maka perlu dilakukan
intervensi baik berupa tindakan pencegahan (preventive) maupun rehabilitasi
(curative). Intervensi yang dilakukan bertujuan untuk
menghentikan tindakan aborsi dengan
memberikan pemahaman tentang bahaya aborsi
dan menghilangkan atau menekan dampak
yang diakibatkan tindakan aborsi jika telah
terlanjur dilakukan seperti kasus di
atas. Dalam penanganan kasus aborsi di awal, dimana aborsi terlanjur dilakukan
dan berakibat buruk secara fisik pada awal pasca aborsi. Maka manajemen kasus
diperlukan untuk menghubungkan klien dengan sumber-sumber yang diperlukan dalam
pemecahan masalah yang dialami. Adapun masalah yang dialami oleh klien adalah :
1. Masalah kesehatan / sakit sebagai
akibat dari aborsi yang dilakukan.
2. Masalah psikis / mental, hal ini
dikhawatirkan muncul akibat rasa bersalah kepada
janin yang telah digugurkannya.
3. Masalah hukum, karena pelaku aborsi
dapat dijerat dengan pasal-pasal tindak
pidana yang dikenal dengan “Abortus
Provocatus Criminalis”.
1. MANAJEMEN KASUS
Manajemen kasus merupakan mekanisme
untuk menjamin program komprehensif yang akan memenuhi kebutuhan individual
dengan cara mengkoordinasikan dan menghubungkan komponen dari sistem palayanan
(NASW).
Fungsi Manajemen Kasus adalah :
a. Identifikasi klien dan penjangkauan
b. Asesmen individu dan keluarga
c. Identifikasi sumber daya
d. Menghubungkan klien dengan pelayanan
yang dibutuhkan
e. Kordinasi dan monitoring pelayanan
f. Advokasi mendapat palayanan
g. Evaluasi.
Manajemen kasus merupakan model
intervensi yang dilaksanakan karena kompleksitas masalah yang dialami oleh
klien korban tindakan aborsi, sehingga pada intervensinya perlu dikoordinasikan
dengan berbagai profesi yang berkepentingan, seperti dokter untuk menangani
masalah kesehatan klien, psikolog untuk mengukur tingkat gangguan psikologis
klien pasca aborsi, dan pihak kepolisian yang menangani proses hukum aborsi
tersebut, dan pada kasus ini pekerja sosial berperan sebagai manajer kasus.
2. TAHAP INTERVENSI
Dalam kasus klien “PA” ini, melihat
kondisi dan kedalaman masalah yang dialami, maka model manajemen kasus yang
dianggap tepat adalah model Mix Case Management (model campuran), yaitu
gabungan antara model intervensi langsung dan tidak langsun, pola yang
digunakan sebagai berikut :
a. Intervensi langsung
Terapis / pekerja sosial memberikan
terapi langsung kepada klien untuk memecahkan masalah yang dialami.
b. Intervensi tidak langsung
1) Melakukan koordinasi dengan profesi
lain dalam memberikan pelayanan.
2) Aksesibilitas sumber daya.
Setelah menetapkan pola manajemen kasus
yang digunakan, tahapan intervensi yang dilakukan sebagai berikut :
a. Asesmen awal (menetapkan masalah dan
kekuatan)
Pada tahap ini pekerja sosial
mengidentifikasi masalah yang dialami oleh klien, setelah dirujuk ke rumah
sakit karena masalah kesehatan yang dialami oleh klien, maka pekerja sosial
mengadakan penjangkauan terhadap klien melalui keluarga klien tersebut dan
mulai bekerja setelah mendapat persetujuan dari keluarga dan klien “PA”.
Pekerja sosial bersama-sama dengan klien dan keluarga menetapkan masalah yang
harus diselesaikan menurut skala prioritas yang disepakati, kemudian menentukan
kekuatan atau sumber-sumber yang dimiliki untuk memecahkan masalah tersebut.
Masalah yang dialami oleh klien “PA”
adalah :
1) Masalah kesehatan / sakit sebagai
akibat dari aborsi yang dilakukan.
2) Masalah psikis / mental, hal ini
dikhawatirkan muncul akibat rasa bersalah kepada janin yang telah
digugurkannya.
3) Masalah hukum, karena pelaku aborsi
dapat dijerat dengan pasal-pasal tindak pidana.
Kekuatan atau potensi yang dimiliki
adalah sebagai berikut :
1) Usia masih muda
2) Tercatat sebagai mahasiswa perguruan
tinggi swasta terkenal
3) Memiliki keluarga yang mendukung
klien
4) Tingkat intelektual yang memadai.
b. Perencanaan
Setelah menetapkan masalah dan kekuatan
yang dimiliki oleh klien “PA”, pekerja sosial bersama klien dan keluarga
menentukan rencana intervensi (plan of intervention) yang disepakati bersama.
Perencanaan ini dilakukan secara terbuka bersama klien dan peksos serta
keluarga. Pada tahap perencanaan, dihasilkan kesepakatan tentang kebutuhan
klien yang mendesak sesuai skala prioritas kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan
tersebut antara lain :
1) Kebutuhan pelayanan kesehatan.
2) Kebutuhan terapi untuk mengurangi
atau menghilangkan trauma akibat aborsi.
3) Kebutuhan pendampingan menghadapi
masalah hukum akibat tindakan aborsi yang dilakukan.
4) Kebutuhan pendampingan untuk
menghadapi sangsi administratif dari kampus akibat tindakan aborsi yang
dilakukan.
c. Menghubungkan dan mengkoordinasikan
Untuk memenuhi kebutuhan klien tersebut,
pekerja sosial selain bekerja langsung dengan klien juga memerlukan profesi
lain dalam intervensinya (pelayanan tidak langsung). Profesi lain tersebut
diantaranya :
1) Dokter atau tenaga medis untuk
menangani masalah kesehatan klien. Penangan medis sangat diperlukan untuk
mencegah akibat fatal dari tindakan aborsi, yaitu kematian, akibat – akibat
lain yang dapat muncul dalam jangka panjang seperti kanker dan lainnya.
2) Psikiater untuk menentukan tingkat
gangguan psikis yang dialami oleh klien. Setelah penanganan medis dilakukan,
maka masalah gangguan kejiawaan atau psikis yang mungkin muncul harus
diperhatikan. Psikiater diperlukan untuk menentukan tingkat gannguan tersebut
sehingga pekerja sosial dapat menentukan terapi yang tepat untuk menangani
masalah gangguan psikis yang dapat berdampak buruk pada keberfungsian klien
“PA” dimasa datang.
3) Advokad atau pengacara untuk
mendampingi masalah hukum yang dilakukan oleh klien karena tidakan aborsinya.
Kebutuhan lain adalah pendampingan hukum bagi klien, karena tindakan aborsi
dapat dijerat dengan pasal-pasal hukum pidana, dalam hal ini
pengacara lebih berkompeten dalam
pendampingan hukum bagi klien.
4) Pendampingan dalam menghadapi sanksi
administratif dari kampus. Selain masalah hukum, masalah lain yang dihadapi
oleh klien adalah sanksi administratif dari kampus, baik itu berupa skorsing
atau pemecatan sebagai mahasiswa. Pendampingan ini bertujuan agar klien tidak
kehilangan haknya untuk dapat terus belajar di bangku kuliah. Sebagai case
manager, pekerja sosial melakukan koordinasi dengan berbagai profesi tersebut
agar dapat memberikan pelayanan yang komprehensif dan tepat sehingga masalah
klien dapat dipecahkan, dan tidak terjadi tumpang tindih satu sama lain,
sehingga hasil yang diperoleh dapat semaksimal mungkin.
d. Monitoring dan supporting
Monitoring dilakukan oleh case manager
untuk memastikan semua tindakan intervensi berjalan sesuai dengan rencana
intervensi, mengevaluasi selama on going proces dan mengatasi kendala-kendala yang
mungkin muncul selama proses intervensi.
e. Evaluasi, Penguatan, Pengakuan dan
pengakhiran.
1) Evaluasi
Setelah semua tahapan intervensi telah
dilaksanakan baik oleh pekerja sosial maupun profesi lain, maka sebagai case
manager melakukan evaluasi, baik proses maupun hasil.
Masing-masing profesi akan memberikan
hasil intervensi yang telah dilakukan sesuai dengan disiplin yang digunakan,
dan laporan perubahan yang dialami oleh klien apakah sesuai dengan goal atau
tujuan perubahan yang ingin dicapai. Selain hasil yang telah dicapai, juga
dievaluasi keterlibatan klien selama intervensi dilaksanakan. Hal ini
diperlukan untuk mengukur kekuatan klien untuk dapat memecahkan masalahnya
sendiri dan tidak adal ketergantungan terhadap pekerja sosial dan profesi lain
yang terlibat selama penganganan kasus klien.
2) Penguatan dan pengakuan
Berdasarkan hasil evaluasi maka langkah
selanjutnya adalah memberikan penguatan terhadap hasil-hasil positif yang telah
dicapai, sehingga klien dapat mandiri dalam pemecahan masalahnya. Kemudian
pengakuan akan kemampuan klien juga perlu dilakukan agar klien menyadari akan
potensi yang ia miliki, sehingga akan muncul kepercayaan diri dan dengan hal
tersebut diharapkan akan menigkatkan keberfungsian sosial klien pasca
intervensi.
3) Pengakhiran / Terminasi
Setelah semua tahapan dilaksanakan dan
dievaluasi, maka tahapan selanjutnya adalah pengakhiran hubungan kerja atau
terminasi. Terminasi dilakukan sesuai dengan kontrak kerja yang telah
disepakati bersama antara case manager/pekerja sosial dengan klien. Dan jika
masih diperlukan intervensi lanjutan maka pekerja sosial akan memberikan
rujukan atau bimbingan lanjut kepada klien.
d.
Sasaran
Adapun sasaran dari contoh kasus di atas
adalah :
a. Wanita Muda
Lebih dari separuh atau 57% wanita
pelaku aborsi, adalah mereka yang berusia dibawah 25 tahun. Bahkan 24% dari
mereka adalah wanita remaja berusia dibawah 19 tahun.
b. Belum menikah
Jika terjadi kehamilan diluar nikah, 82%
wanita di Amerika akan melakukan aborsi. Jadi, para wanita muda yang hamil
diluar nikah, cenderung dengan mudah akan memilih membunuh anaknya sendiri.
Untuk di Indonesia, jumlah ini tentunya lebih besar, karena didalam adat Timur,
kehamilan diluar nikah adalah merupakan aib, dan merupakan suatu tragedi yang
sangat tidak bisa diterima masyarakat maupun lingkungan keluarga.
e.
Tujuan
adapun tujuan untuk mengurangi angka
kejadian aborsi adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan wanita khususnya
dan menghidari mere terkena berbagai macam penyakit. (Reny Anestasia, 2011)
sumber : http://shyvanillaf9ttwilight.tumblr.com/post/20277575025/kesehatan-reproduksi-contoh-kasus
akhukum fillah arif zainurrohman
akhukum fillah arif zainurrohman
0 komentar:
Posting Komentar