Kebudayaan, Wayang dan Jatilan dalam ingatan penulis

    Kota DIY merupakan salah satu kota yang menyandang nama istimewa selain DIA,  pemberian nama istimewa ini memiliki beberapa alasan yang kuat, salah satunya  adalah kebudayaan yang telah melekat. Beberapa kebudayaan yang masih penulis ingat serta pernah saksikan diantaranya adalah wayang dan jatilan.

    Hanya sedikit yang dapat penulis saksikan dan rasakan dari kebudayaan di Yogyakarta dikarenakan usia penulis yang masih belia ketika itu dan keterbatasan kesempatan untung mengeksplor kota Yogyakarta. Beberapa budaya yang pernah penulis saksikan adalah wayang dan jatilan.

    Budaya wayang seperti sebuah teater atau drama yang diperankan oleh wayang dan digerakkan oleh seseorang yang disebut dalang. Cerita yang diekspresikan dengan wayang ini ada beberapa macam diantaranya adalah cerita mahabarata dan ramayana wayang yang pernah penulis saksikan adalah wayang kulit, mengenai cerita yang dilakonkan penulis tidak memperhatikan dengan benar dikarenakan usia penulis yang masih sangat muda. peristiwa itupun terjadi sudah sangat lama dan hanya satu kali saja penulis melihat wayang itu. ( afwan ). Acara wayang yang penulis saksikan waktu itu , acara yang diadakan untuk menyambut hari kemerdekaan RI, acaranya malam sekali, dan hanya sebentar saja penulis menyaksikan dan
lebih memilih pulang.

     Wayang kulit yang menjadi budaya di Yogyakarta adalah wayang Gragag atau wayang kulit gaya Yogyakarta. Dalam acara wayang tidak hanya menampilkan wayang dan suara dari dalangnya saja. Akan tetapi diiringi juga dengan musik gamelan. Wayang menjadi budaya yang sangat populer. Bahkan sampai sekarangpun penulis rasa acara wayang ini masih sering diadakan. Ternyata bukan hanya wayangnya saja yang populer, dalangnya pun turut populer.

     Kebudayaan yang pernah penulis saksikan selanjutnya adalah jatilan. Jatilan berbeda dengan wayang, penulis cukup sering dan sangat suka dengan kebudayaan yang satu ini. Peminat Jatilan dari apa yang penulis lihat (masa kecil dulu) juga banyak. Penonton Jatilan selalu banyak memenuhi tempat, bahkan ada dari beberapa acara, penulis lihat ada beberapa penonton yang melihat dari atas pohon, ada yang datang dari desa lain, dan masih banyak peristiwa - peristiwa menarik lainnya (Di Kabupaten kulon progo terdapat banyak desa yang dipisahkan oleh sawah, jalan, dan sungai).

     Jatilan adalah kebudayaan yang dimainkan dengan berbagai alat, seperti pakaian atau costume sesuai perannya seperti peran anoman atau monyet dan peran - peran lainnya, kuda - kudaan yang terbuat dari anyaman bambu dihiasi sehingga menyerupai kuda sungguhan, tidak lupa pula cambuk untuk kudanya (^_^). Nama kuda - kudaan ini sering disebut jaran kepang, kalau penulis tidak lupa ada juga lagu yang judulnya jaran kepang (^_^).

     Jatilan ini biasanya dimulai dengan tarian - tarian dari para pemeran. Seolah - olah seperti sedang memperkenalkan para pemeran dan peran yang akan dipertunjukkan. Jatilan ini tidak kalah dari wayang, alunan musik gamelan juga mengiringi jalannya pementesan. Musik yang dialunkan bermula dengan alunan yang pelan namun tetap indah menciptakan harmoni yang selaras dengan jalannya acara.  Kemudian semakin lama alunan musiknya menjadi semakin cepat. Dari pengalaman penulis lagu  yang dimainkan ada beberapa lagu. Bahkan adapula penonton yang meminta tambah lagunya (mungkin mereka kurang puas (^_^) ).

     Ada suatu momen yang membuat penulis agak tidak suka, tetapi ada beberapa dari penonton yang sangat menunggu momen itu. Ya, momen itu momen disaat ada dari beberapa pemeran atau penari yang kerasukan roh (menurut pendapat beberapa orang). Apa yang membuat penulis merasa agak tidak suka ? momen dimana penari mulai kerasukan roh, tindakannya menjadi tidak menentu dan tidak sesuai dengan irama musiknya lagu dan tidak sesuai dengan perannya lagi. Tindakan penari yang kerasukan itu cukup merepotkan. Pernah suatu ketika seorang penari yang kerasukan menabrakkan dirinya di depan pagar tepat
didepan tempat penulis berdiri. Dan apa yang terjadi ? yang terjadi adalah berhamburannya penonton yang berdiri ditempat itu. Mereka berhamburan enyingkir tapi tidak tampak wajah panik melainkan wajah bahagia (=,=), Sesuatu ekspresi yang bertolak belakang dengan peristiwa yang terjadi. Mungkin mereka berfikir itu menyenangkan tapi entah bagaimana dengan keadaan sang pemeran atau penari.

    Namun Tidak perlu ada yang dikhawatirkan (sepertinya) karena dalam setiap acara jatilan selalu ada seseorang yang (menurut pendapat orang - orang) disebut pawang roh. Dari apa yang penulis saksikan, pawang roh ini keluar ketika penari atau pemeran itu kerasukan. Ada beberapa penari yang langsung bisa normal kembali dan ada beberapa yang cukup sulit untuk normal kembali. Momen ketika pawang roh menormalkan penari ini cukup menarik juga, terlebih lagi ketika ada penari yang sudah normal namun kembali lagi kerasukan.

    Sebenarnya budaya yang ada di kota DIY cukup banyak, namun penulis hanya menuliskan berdasarkan pengalaman pribadi penulis.

Ibu kota , 17 mei 2014
akhukum fillah arif zaiurrohman