TENTANG DIAM (MAULANA RUMI)



Jika berita datang dari wajah Syamsuddin,
matahari di Langit Keempat menyembunyikan diri karena malu.
Sejak namanya hadir ke dalam hidupku,
harus aku sampaikan isyarat karunianya itu.

Jiwaku merenggut jubahku: ia menangkap parfum gamisnya Yusuf.
Ia berkata: ”Demi persahabatan kita
yang telah bertahun-tahun, ceritakanlah
salah satu dari kegembiraan yang luar
biasa,

Agar bumi dan langit dapat tertawa
dengan gembira, supaya akal dan ruh
serta penglihatan dapat meningkat
seratus kali.”

Aku berkata: ”Janganlah meletakkan
tugas kepadaku, karena aku telah hilang
dari diriku (fana); kepandaianku
tumpul, aku tak tahu bagaimana memuji.

Adalah tak pantas, apabila seseorang
yang belum kembali ke kesadaran
memaksakan diri untuk berperan
sebagai pembual.

Bagaimana aku dapat – tanpa sadar –
melukiskan Sang Teman yang tanpa
tolak bandingnya itu?

Penggambaran tentang luka hati yang
sepi ini sebaiknya kutunda hingga lain
waktu,”
Ia menyahut: ”Berilah aku makanan,
karena aku lapar, dan cepatlah, karena
waktu (waqt) adalah sebilah pedang
yang tajam.

Sufi adalah anak sang ’waktu’ (ibnul-
waqt), Wahai teman: bukan cara
kebiasaannya untuk berkata besok.

Maka, apakah engkau bukan seorang
Sufi? Apa yang ada di tangan jadi habis
berkurang karena tertundanya
pembayaran?

Aku berkata kepadanya: ”Lebih baik
rahasia Teman tetap tersamar:
dengarkanlah karena ia termasuk dalam isi cerita.
Lebih baik rahasia para pencinta
diceritakan dalam pembicaraan orang lain.”

Ia berseru: ”Ceritakanlah dengan jelas
dan terus terang tanpa kebohongan:
jangan membuatku menunggu, O orang
yang lalai!

Angkatlah selubung dan bicaralah terus
terang.
Aku tak berpakaian ketika tidur
bersama Yang Maha Terpuji.”
Aku berkata: ”Apabila Dia harus
telanjang dalam pandanganmu, takkan
tahan dada dan pinggangmu.

Mintalah, tapi mintalah secara wajar:
sehelai jerami takkan dapat menyangga
sebuah gunung.

Jika Matahari, yang menyebabkan
dunia ini bersinar,
lebih dekat sedikit saja,
semua yang ada akan terbakar.

Janganlah mencari kesulitan dan
kerusuhan serta pertumpahan darah:
janganlah bicara lagi tentang Matahari
dari Tabriz!”



syukron pak https://www.facebook.com/hamdi.akhsan.7

akhukum fillah arif zainurrohman

0 komentar:

Posting Komentar