Menulis dan Peradaban

Waktu terus berjalan. Detik demi detik bergulir bersemayam dalam hembusan angin, melanglang Buana menjelajah semesta. Zaman telah lama berganti. Masa - masa keemasan yang dulu pernah menghiasi daratan eropa, hilang bagai dongeng tak berbekas. Hilang ditelan dinginnya tangan - tangan kapitalis. Peradaban islam, apakah hanya sekedar dongeng sebelum tidur?

Seperti itulah, sepenggal kisah yang diwasiatkan kepada diri penulis. Kisah pertama yang membuat penulis menenggelamkan diri di ruangan sunyi. Sebuah ruangan yang menjadi tempat berdiamnya sosok muda penuh semangat, penimang diri penulis.

Buku adalah harta yang tak ternilai harganya. Tempat bersemayamnya ilmu - ilmu yang menghiasi gelapnya malam. Buku adalah guruku,  kata beliau. Buku - buku inilah yang telah mendidikku,  dan akan mendidikmu kelak. Dari buku - buku inilah kita mengenal masa lalu, mengenal masa - masa kejayaan islam, mengenal betapa megahnya sebuah zaman keemasan.

Eropa, benua biru itu, tidak disangka, disanalah tempat bersemayamnya peradaban itu, di sana pula tempat terkuburnya peradaban itu. Persia, Yunani, dan Romawi. Tempat lahirnya karya - karya masterpiece yang menelurkan begitu banyak ilmuwan - ilmuwan di masa lalu.

Lalu apa yang menyebabkan peradaban itu hilang bak dongeng belaka? Apa yang terjadi sehingga terjadi kemunduran yang dahsyat itu? Salah satu penyebab mendasar adalah menghilangnya tradisi membaca dan menulis. Tradisi yang dahulu begitu populer di zamannya. Tradisi yang populer oleh ulama - ulama kita, kini hilang, lenyap tak berbekas. Bahkan telah terjadi perpindahan tradisi yang merubah kiblat ilmu, menjadi simbol kebanggaan orang - orang barat.

Hilangnya tradisi menulis dari umat islam, hilanglah peradabannya. Yang kita lihat kini, sejarah - sejarah hanya menjadi candu, hanya menjadi kenangan nostalgia, hanya menjadi gemerlap sinar di malam hari yang hilang di siang hari.

Buku adalah faktor kemajuan. Darinya, menetaslah pola pikir kritis, nalar yang cerdas. Menjadi pondasi bangunan yang kokoh.

Ingatkah kalian dengan kejayaan - kejayaan islam? Apakah kalian hanya akan menjadi penonton saja? Apakah kalian akan akan membiarkan sejarah hanya sebatas dongeng saja? Relakah kalian hidup dalam kekosongan? Dimana semangatmu wahai pemuda - pemudi islam?

Tidak malukah kita terhadap ulama - ulama kita? Siang malam ulama - ulama kita menghabiskan waktunya untuk mengkaji dan mengkaji ilmu. Membaca dan menulis puluhan bahkan ratusan buku.

Dimana peranmu? Sesibuk apakah dirimu? Akankah kita akan membiarkan ilmu - ilmu itu hilang ditelan zaman? 

Kencangkan ikat pinggangmu, genggam penamu, buka bukumu, buka matamu, buka hati dan fikiranmu. Kembalikan peradaban yang hilang.

Masjid




أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ

“Orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. At Taubah : 18)

Sebaik - baik tempat di muka bumi adalah masjid. Masjid adalah kepunyaan Allah Ta'ala. Ketika hijrah, bangunan pertama yang dibangun adalah masjid. Masjid menjadi pusat kegiatan muslim. Masjid bukan sekedar tempat ibadah saja. Masjid menjadi tempat diskusi, menjadi tempat belajar, menjadi tempat baitul maal dan sebagainya.

Masjid bukan pasar, masjid bukan tempat makar. Sedih rasanya melihat masjid yang lusuh, melihat masjid tak terawat, melihat masjid tanpa suara adzan, melihat masjid tanpa suara kalam ilahi, melihat masjid tanpa suara sabda nabi, melihat masjid tanpa anak - anak belajar Al - Qur'an.

Di zaman ini, begitu banyak orang - orang berlomba - lomba membangun masjid. Megah dengan gambaran yang mewah, megah dengan memperkaya fasilitas, megah dengan menghias setiap bagiannya. Namun sayang, bukan itu yang menjadi inti dari pemakmuran masjid. Jangan jadikan masjid sebagai pajangan penghias lingkungan. Masjid bukan tempat kalian membangga - banggakan jerih payah kalian. Masjid bukan panggung tempat kalian beratraksi. Masjid bukan tempat kalian mencari kekayaan. Masjid bukan tempat kalian mencari OTORITAS. Masjid bukan tempat kalian membuat MAKAR. Betapa banyak masjid megah dan mewah namun sepi jama'ah. Kenyamanan tidak bisa diperoleh dengan kemegahan dan kemewahan. Kenyamanan tidak bisa diperoleh dengan MAKAR.

Kalaulah yang dimaksud dengan memakmurkan masjid adalah dengan bermegah - megahan dan bermewah - mewahan tentu geraja - gereja itu lebih berhak mendapat julukan "sebaik - baik tempat" di bumi. Bahwa apa yang dimaksud dengan memakmurkan masjid adalah menjaga keterawatan masjid, kebersihan masjid, menghias masjid dengan seyum dan keramahan dari pengurusnya. Menyambut baik aspirasi jama'ah, bukan memprovokasi jama'ah untuk mengabulkan keinginan jama'ah. Meramaikan majelis ilmu, meramaikan shalat jama'ah dan kegiatan positif lainnya.

Fenomena di masjid tempat penulis biasa singgah, menjadi pelajaran bagi penulis dan mengingatkan kembali betapa berbahayanya bujuk lembut setan dalam mempengaruhi para pengurus masjid.

Nas'alullah as-salamah wal 'afiyah


akhukumfillam arifzainurrohman

Ibu Kota, 12 Desember 2016

Pekerja Keras

Mengutip tulisan akh ghifar :
"Sepanik apakah dirimu ?  Hingga idealismu dalam agama ini hilang sejenak ? Tenangkan dirimu, tidakkah kau ingat rabbmu ?"
Dalam sebuah diskusi ringan beberapa waktu lalu, terdapat seorang teman yang menceritakan tentang seseorang yang memiliki banyak konstribusi. Yang menjadi poin diskusi adalah semangat dan konstribusi. Seseorang dengan semangat yang tinggi telah memberikan beberapa konstribusi. (Kata orang)
Namun sayang sekali, sebuah pekerjaan yang mulia hanya akan dilakukan dengan cara - cara yang mulia dan hanya dilakukan oleh orang - orang yang mulia. Timbul beberapa pertanyaan dalam diskusi tersebut. Apakah hanya hasil yang ada difikirannya ? Apakah ia tidak memperhatikan proses dan niatnya ? Apakah prosesnya hanya menjadi sebuah jembatan untuk mencapai tujuannya ? Tidakkah ia berusaha untuk menikmati dan memperbaiki ketika melewati jembatan itu ? Dan apakah hasil yang telah ia capai sekarang ini benar - benar hasil dari apa yang diniatkannya dahulu kala ? Apakah ia menikmati hasilnya sekarang ? Maniskah buah dari hasil pekerjannya ?
Sebuah hasil adalah bentuk perwujudan dari sebuah niat yang konsisten dalam setiap proses. Konsiten antara niat dan hasil yang dijaga dalam setiap proses menjadi tantangan tersendiri.
Sebagaimana siklus air, diawali dengan air yang kemudian menjadi air kembali. Pemanasan air laut oleh matahari, kemudian berevaporasi, dan jatuh lagi  sebagai presipitasi dalam bentuk hujan,  salju,  hujan es,  dan salju.  Semua kembali menjadi air. Siapakah yang tetap menjaga siklus air tersebut? Siapa yang dapat menjaga niat agar tetap konsisten dengan perkataan dan perbuatan?
Dakwah adalah perbuatan yang mulia, awalilah dengan niat yang mulia, lakukan dengan cara - cara yang mulia, dan capailah hasil dakwah yang mulia.
Buanglah jauh - jauh tujuan - tujuan pribadi, jangan kotori dakwah dengan pemikiran - pemikiran menyimpang. Konsistensikan niat dalam setiap perkataan dan perbuatan untuk mencapai hasil yang baik.
Bilalah seseorang semangat dan banyak berkontribusi, jujur dalam hal keuangan, namun melanggar prosedur dan memiliki tujuan pribadi serta berakhlak tercela,  maka ia tak ubahnya seperti sebuah tannaman berduri penghias taman. Fungsinya hanya sebatas pelengkap keanekaragaman tanaman. Tampak kecil dipandangan mata namun menyakiti bila didekati.
Qultu :
"Pelaku kerja keras tanpa mempertimbangkan niat dan proses, hanya sebatas berfikir untuk tujuannya,  tak lebih dari sekedar "pekerja keras" saja. Tak ada manfaat yang dapat diambil darinya."
Apakah rela kau jual agamamu untuk tujuan - tujuan pribadimu ? Semoga Allah Ta'ala menjauhkan diri ini dari benalu - benalu agama.
Perbaikilah niat, perbaikilah proses, untuk mencapai hasil yang bermanfaat.
Nas'alullah as-salamah wal 'afiyah
Akhukumfillah arifzainurrohman
Ibu kota , 6 Desember 2016

Performance : Yang Ditampakkan dan Yang Disembunyikan

Oleh :
arifzainurrohman
Masih ingat dengan peristiwa akbar di bumi pertiwi ini? Negeri yang penduduknya memiliki sifat ramah dan santun.  Negeri yang penduduknya memegang Teguh akan ajaran - ajaran lembut dari pada pendahulunya.  Negeri yang tenang dan damai.  Negeri yang penduduknya menjunjung tinggi nilai - nilai adab dan norma. Negeri yang dihiasi dengan senyum,  canda,  dan tawa.
Tapi apa yang terjadi? Kedamaian itu sontak terguncang dengan perilaku seseorang yang sama sekali tidak diwariskan oleh para pendahulu kami. Tidak pula dicontohkan oleh ustadz - ustadz dan guru - guru kami. Dengan pongahnya dia melakukan hal yang tercela itu. Siapa ia? Mengapa ia berbuat demikian? Mengatasnamakan nama orang lain untuk ambisinya. Menjual nama orang lain untuk menjalankan ambisinya. Mengkritisi apa - apa yang seharusnya bukan menjadi kewajiban dan haknya. Apa ambisinya?
Telah banyak kebohongan bertebaran memekikkan telinga. Telah banyak perilaku yang merusak pandangan mata. Merusak stabilitas lingkungan. Seseorang yang lebih dahulu mengenyam kehidupan seharusnya memberikan contoh atau teladan yang baik bagi yang lebih muda. Tidak layak bagi seorang kakak tingkat membohongi adik tingkatnya. Menghasut dan menebar fitnah di dalam bangunan yang suci itu.
Bagi kami, kalau kalian bekerja keras dan mengikuti peraturan atau prosedur dengan baik (termasuk kejujuran dalam hal keuangan)  pastilah perfomance kalian Bagus,  seperti para profesional di tempat - tempat megah, tapi sayang,  itu hanya sebatas kerja keras saja, bukan orang yang patut untuk diteladani atau dihormati.
Pada kenyatannya untuk sekarang ini, anda hanya sebatas pekerja keras saja,  bukan suri tauladan. Dan yang paling menyedihkan adalah kerja keras yang anda lakukan kian sirna dan hina dihadapan dunia.
Wallahu a'lam bish-showab
#junjungtinggikejujuran
#junjungtinggikeikhlasan
#junjungtingginilainilaiislam
#janganlemparkotorankaliankewajahkami
Akhukumfillah arifzainurrohman
Ibu kota 5 desember 2016